Viewtrader - Grow your social channel

Senin, 01 Maret 2021

Mengenal Empat Mazhab Dalam Islam

Mazhab berasal dari bahasa Arab yang berarti jalan yang dilalui atau dilewati. Ulama Islam berpendapat mazhab sebagai metode yang dipakai setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang menjalaninya dan menjadikannya sebagai pedoman.

Pada dasarnya, mazhab timbul karena perbedaan dalam memahami Alquran dan Sunah yang tidak bersifat absolut. Menurut Prof Said Aqil Husain al-Munawar dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, mazhab fiqih berarti aliran pemikiran tentang hukum yang penetapannya merujuk kepada sumber utama ajaran Islam, yakni Alquran dan Sunah.

Sejatinya, mazhab atau aliran tersebut hanya berbeda dalam menafsirkan ayat-ayat yang tak jelas artinya. Sedangkan, dasar ajaran Islam pada setiap mazhab-mazhab itu tak berbeda. Sehingga, perbedaan yang ada dalam setiap mazhab itu masih dapat diterima sebagai sesuatu yang benar dan tak keluar dari Islam. Terkadang, perbedaan antara satu mazhab dengan mazhab lainnya cukup besar dan bahkan bertentangan.

Mazhab Fiqih dalam Ahlu Sunnah Wal Jamaah:

1. MAZHAB HANAFI
Mazhab ini didirikan oleh Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit. Ulama besar yang dikenal dengan nama Imam Hanafi itu terlahir di Kufah, Irak, pada 80 H. Ia adalah seorang ahli fikih keturunan bangsa Persia yang kemudian menetap di Irak. Imam Hanafi menimba ilmu fikih kepada Hammad bin Abi Sulaiman.

Setelah gurunya meninggal, ia menjadi pengajar. Imam Hanafi mengarahkan murid-muridnya dalam pencarian hakikat dan inti persoalan dan pengenalan terhadap ilah (alasan) serta hukum di balik teks tertulis.

Dasar yang dipakai oleh mazhab Hanafi adalah (1) Alquran, (2) Sunnah, dan (3) fatwa sahabat yang merupakan penyampai. Mazhab ini juga menggunakan qiyas sebagai dasarnya dan juga istihsan, yaitu qiyas yang berlawanan dengan nas. Imam Hanafi juga menggunakan  ijma, yaitu kesepakatan para mujtahid mengenai suatu kasus hukum pada suatu masa tertentu.

Selain itu, ia juga menggunakan dasar urf, yaitu adat kebiasaan orang Islam dalam satu masalah tertentu yang tidak disebut oleh nas Alquran.

Penyusun pendapat, fatwa, dan hadis dari Imam Hanafi adalah murid-muridnya, yaitu Yakub bin Ibrahin al-Ansari atau Abu Yusuf, dan Muhammad bin Hasan asy-Syaibani. Mereka menyusun kitab yang berisi masalah fikih mazhab Hanafi.

Ada sejumlah faktor yang mendorong berkembangnya mazhab itu dan mampu bertahan selama lebih dari lima abad. Faktor utamanya, banyaknya murid yang berguru kepada Imam Hanafi. Mereka giat menyebarkan ajaran kepada orang-orang di sekitar mereka sehingga timbullah generasi kedua yang menganut mazhab tersebut.

Mazhab ini tersebar di daerah yang memiliki tradisi yang berbeda. Dari tradisi yang berbeda ini melahirkan putusan menurut mazhab Hanafi. Mazhab Hanafi sempat menjadi mazhab resmi Dinasti Abbasiyah. Mazhab ini juga tersebar di negara yang dikuasai Dinasti Ottoman, daerah Anatolia (Asia Tengah), India, dan wilayah Transoksania (Turkistan, Asia Tengah).

Mazhab ini berkembang pula di Suriah, bahkan sempat dijadikan mazhab negara. Di Mesir, mazhab Hanafi juga menjadi mazhab negara ketika pemerintahan Muhammad Ali (1805-1849).

 

2. MAZHAB MALIKI

Aliran ini didirikan oleh Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir al-Asbahi, atau yang dikenal dengan nama Imam Malik. Ia lahir di Madinah pada 93 H dan wafat pada 179 H. Imam Malik adalah seorang ahli hadis dan fikih yang paling terpercaya. Ia menguasai fatwa Umar bin Khathab, Abdullah bin Umar bin Khathab, dan Aisyah binti Abu Bakar.

Pada awalnya, Imam Malik memfokuskan studinya pada ilmu hadis. Ia mengarahkan perhatiannya pada fiqh ra’yu (penalaran) ahli Madinah yang diterimanya. Corak ra’yudi Madinah adalah perpaduan antara nash-nash dan berbagai maslahat. Imam Malik mengajar ilmu hadis di Masjid Nabawi. Ia juga memberikan fatwa terhadap kasus yang sudah terjadi.

Imam Malik tidak mau memberikan fatwa terhadap kasus yang belum pernah terjadi, walaupun hal tersebut diramalkan akan terjadi. Ia juga tidak ingin memutuskan fatwa terkait wewenang hakim. Dalam menanggapi pemikiran yang berbeda dalam masalah akidah, sang ulama besar itu selalu menggunakan fikih dan hadis sebagai jalan keluarnya.

Kitab terbesar Imam Malik adalah Al-Muwatta’, yaitu kitab hadis pertama yang pernah disusun. Kitab ini berisi hadis-hadis dalam tema fikih yang pernah dibahas Imam Malik, seperti praktik penduduk Madinah, pendapat tabiin, dan pendapat sahabat tabiin yang ditemuinya.

Menurut Ensiklopedi Islam, Alquran menjadi dasar istinbatmazhab ini. Seperti halnya mazhab yang lain, Alquran menjadi dasar utama syariat dan hujah mazhab Maliki. Imam Malik mengambil dari nas yang tidak menerima takwil dan mengambil bentuk lahirnya. Dasar keduanya adalah Sunah.

Sunah yang diambil oleh Imam Malik untuk mazhabnya adalah sunah mutawatir, yaitu yang diriwayatkan oleh suatu golong an kepada orang banyak yang diyakini tidak akan membuat kesepakatan bohong atau dusta, sunah masyhur, dan khabar ahad.

Dasar ketiga dari mazhab yang tersebar di Hedjaz ini adalah praktik penduduk Madinah yang dipandang sebagai hujah, apabila praktik tersebut benar-benar dinukilkan oleh Nabi Muhammad SAW. Imam Malik mencela ahli fikih yang tidak mau mengambil praktik penduduk Madinah, bahkan menyalahinya.

Sebagai dasar keempat, Imam Malik mengambil fatwa sahabat. Ia memandang fatwa ini wajib dilaksanakan karena tidak mungkin mereka melakukan hal tersebut tanpa perintah dari Rasulullah. Qiyas menjadi dasar kelima dari mazhab Imam Malik yang lahir di Madinah ini.

Ia mengambil qiyas dalam pengertian umum yang merupakan penyamaan hukum perkara. Dasar terakhir yang dipakai adalah az-zara'i, yaitu sarana yang membawa pada hal haram akan menjadi haram dan sebaliknya.


3. MAZHAB SYAFI’I

Mazhab ini dinamakan sesuai dengan pendirinya, Imam Syafi’i. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i. Mazhab ini muncul pada pertengahan abad ke-2 Hijriah.

Imam Syafi’i memiliki pemikiran fikih yang khas dan berbeda dibandingkan kedua mazhab terdahulunya. Sumber acuan mazhab ini adalah paham dan pemikiran Syafi’i yang dimuat dalam kitabnya, Ar-Risalah, Al-Umm, Ikhtilaf al-Hadits, dan lain-lain. Para ulama mazhab ini mengembangkan kitab-kitab tersebut dengan memberikan penjelasan atau komentar setelahnya.

Seperti dua mazhab lain, mazhab Syafi’i mempunyai dasar Alquran, Sunah, ijma, dan qiyas. Sunah yang diambil sebagai dasar adalah sunah daif yang tidak terlalu lemah, tidak bertentangan dengan dalil yang kuat, dan bukan untuk menetapkan yang halal dan haram atau masalah keimanan.

Dalam mazhab ini, hadis mempunyai kedudukan yang tinggi, bahkan disebutsebut posisinya setara dengan Alquran. Menurut Imam Syafi'i, hadis memiliki kaitan yang erat dengan Alquran. Ia juga berpendapat Rasulullah menetapkan setiap hukum yang pada hakikatnya merupakan hasil pemahaman yang beliau dapat dari Alquran.

Di kalangan penganut mazhab Syafi'I, dikenal metode maslahat, yaitu metode penerapan hukum yang berdasarkan kepetingan umum. Hanya saja, maslahat ini hanya terbatas pada maslahat yang mu'tabarah, yaitu yang secara khusus ditunjuk oleh nas dan maslahat yang sesuai kehendak Allah SWT.

 

4. MAZHAB HANBALI

Mazhab besar ini didirikan oleh Ahmad bin Hanbal atau terkenal dengan nama Imam Hanbali. Ia merupakan keturunan dari Rasulullah dan telah ditinggal ayahnya sejak kecil. Ia diasuh oleh ibunya di bawah pengawasan pamannya. Imam Hanbali menuntut ilmu di kota ilmu pengetahuan, Baghdad. Di sana ia belajar tentang keislaman seperti hafalan Alquran, hadis, dan sejarah Rasulullah.

Sunah dan hadis yang dikumpulkan Imam Hanbali berasal dari hadis Nabi Muhammad serta fatwa sahabat. Saat berusia 40 tahun, ia mulai mengajarkan fatwa mengenai fikih. Corak fikih yang diajarkannya berpedoman pada sunah dan hadis Nabi SAW.

Ia tidak menulis buku tentang fikih dan melarang murid-muridnya menuliskan fatwa yang disampaikannya. Namun, Imam Hanbali menulis satu kitab, yaitu Al-Musnadyang berisi kumpulan hadis yang diriwayatkan Ahmad dari para rawi tepercaya.

Menurut Ibnu Qayyim, ada lima dasar pedoman pokok mazhab ini. Yang utama tentu saja Alquran dan hadis. Imam Hanbali lebih mendahulukan nas daripada fatwa sahabat yang tidak diketahui ada yang menentang. Apabila ada sahabat yang berbeda pendapat, ia akan mengambil kesimpulan yang mendekati Alquran dan hadis. Ia juga mengambil hadis mursal dan daif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar